Monday, May 14, 2007

Rumus Putus dengan Mulus

Putus sama pacar rasanya seperti kiamat. Tapi, bisa dibawa santai kok. Karena ada caranya mengatur emosi. Enggak sulit, asal mau. Berani mencoba?

uaaah mau "mati" rasanya kalau mendadak sontak harus putus sama pacar tercinta. Tidur jadi susah, makan tak tertelan, melihat bulan yang cantik hati terasa seperti tercabik- cabik. Pokoknya enggak enak, deh. Apalagi membayangkan kita bakal menghadapi pertanyaan teman-teman atau keluarga. Menghadapinya sendirian saja sudah sulit, bagaimana kalau ditambah dengan pertanyaan, "Kenapa bisa begini kenapa bisa begitu?" dari orang- orang di sekitar. Ini adalah salah satu alasan terkuat yang terkadang membuat kita enggan memutuskan hubungan pacaran, sekalipun hubungan tersebut sudah kita rasakan tidak sehat lagi. Alasan lain yang paling banyak dikemukakan adalah banyak sekali di antara kita yang cemas menjadi single fighter lagi. Sehingga sering kali kita fight untuk sesuatu yang sebenarnya sudah tidak dapat dipertahankan.

Lalu, apakah ada rumus khusus untuk memutuskan, apakah kita masih akan lanjut dengan si dia atau kita malah harus putus? Rumus khusus sebenarnya tidak ada. Keputusan untuk mengakhiri suatu hubungan terkait pada faktor internal dan eksternal dari hubungan tersebut. Faktor internal adalah faktor dari pasangan yang menjalin hubungan tersebut menyangkut masalah persepsi, prinsip, dan komitmen. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor di luar pasangan. Misalnya, faktor keluarga yang tidak setuju dengan hubungan kita. Tentu saja ada pembedaan pertimbangan ketika harus memutuskan hubungan sesuai dengan jenis masalahnya.

Faktor keluarga memang bisa jadi pertimbangan untuk memutuskan hubungan. Untuk yang satu ini kita dapat mencoba mempertimbangkan masukan-masukan yang didapat dari keluarga. Perhatikan alasan yang disampaikan oleh keluarga. Jangan-jangan alasan mereka sebetulnya tidak prinsip. Jika begitu, maka kita bisa membahasnya dengan si pacar, dan mendekatkannya dengan keluarga. Tak kenal maka tak sayang, kan? Pendekatan terhadap keluarga dan si dia dalam hal ini memang memakan waktu. Jangan bosan, karena kalau ditemukan jalan tengah, maka ada kemungkinan hubungan kita masih bisa dipertahankan.

Jika permasalahan yang timbul adalah masalah internal, maka langkah paling diperlukan dalam hal ini adalah jujur pada diri. Kenali masalahnya dengan baik. Nasihat basi, ya. Tapi benar deh, sering kali kita tidak bisa melihat masalah dari hubungan kita dengan baik karena kita (tanpa sadar) enggan jujur pada diri sendiri.

Kalau memang kesalahan yang diperbuat pasangan kita tidak dapat dimaafkan untuk versi banyak orang, cobalah untuk menilai kesalahan pasangan kita dalam versi diri kita sendiri. Dalam artian, ukuran yang kita miliki tentu saja berbeda dengan ukuran orang lain. Yang paling penting adalah introspeksi lagi ke dalam diri kita. Mencoba mempertimbangkan apakah kita punya andil dalam kesalahan yang diperbuat pasangan kita. Kunci untuk langkah pertama ini adalah jujur pada diri sendiri. Mencoba mengikuti kata hati memang tidak ada salahnya, tetapi akan lebih mudah lagi apabila diseimbangkan dengan jujur pada diri sendiri.

Cobalah jujur

Salah satu reaksi yang mungkin timbul ketika hubungan yang terjalin mengarah tidak dapat dipertahankan lagi adalah penolakan terhadap kejadian ini. Perasaan bahwa kita sudah berbuat yang paling baik selama membina hubungan terkadang malah menghambat untuk berpikir obyektif mengenai sebab musabab mengapa hal tersebut harus terjadi. Penolakan adalah satu reaksi yang normal bagi siapa pun yang tiba di ambang putus hubungan dengan pasangan. Kalau ternyata kita memiliki andil dalam kesalahan yang dibuat pasangan kita, berarti kita memiliki alternatif sejauh mana dapat memaafkan kesalahan yang telah diperbuatnya. Kejujuran pada diri sendiri sangat diperlukan ketika proses introspeksi dilakukan.

Nah, taruhlah ternyata kita beranggapan tidak dapat memaafkan kesalahan yang telah diperbuat, tapi kok masih bingung memutuskan hubungan. Di kepala kita masih berkelebatan pikiran "kalau orang- orang tanya, gimana?", "kalau nanti aku enggak punya pacar lagi, gimana?", "kalau putus, aku bakal jomblo seumur hidup, nih!", "kalau pulang malam, nanti siapa yang antar- jemput?" dan masih banyak pertimbangan lain yang jujur saja, tak seberapa prinsip. Alhasil, kita ragu lagi untuk mengambil keputusan.

So, harus bagaimana dong? Yang jelas, kita tidak diwajibkan untuk meneruskan satu hubungan apabila tidak lagi merasa nyaman dengan hubungan tersebut. Kelebatan pikiran yang kemudian jadi pertimbangan itu memang mengganggu. Tapi, akan lebih mengganggu lagi apabila kita mempertahankan hubungan tersebut. Karena pasti yang timbul adalah ketidaknyamanan. Terus, kalau sudah begini mana yang akan kita pertahankan?

Belum kiamat

Putus hubungan dengan pacar bukan akhir dari segalanya. Ada beberapa kiat yang bisa kita terapkan:
• Menghapus jejaknya. Selama pacaran pasti banyak kenangan yang berupa barang- barang pemberiannya, tempat- tempat yang pernah kita datangi berdua, dan sebagainya yang akan mengingatkan ke dia dan membuat hati kita terluka lagi. Nah, mulailah menyingkirkan barang-barang tersebut dan jangan mendatangi tempat-tempat yang penuh kenangan dan mulailah membiasakan diri tanpa bayangan dia.
• Jangan sendirian. Ini adalah musuh utama kalau kita baru putus. Karena kalau lagi sendirian biasanya pikiran kita melayang ke mana-mana dan pasti bayangan dia muncul terus. Kalau lagi patah hati usahakan selalu berada di lingkungan yang banyak orang atau di sekitar teman-teman. Masuk kamar kalau sudah ngantuk berat jadi enggak berlama-lama melamun di kamar.
• Berpikir positif dan berdamai dengan keadaan. Akhirnya kita akan sadar bahwa memang tidak ada kecocokan di antara kita dan memang tidak semua yang kita rencanakan dan kita harapkan bisa berjalan mulus. Ambil hikmahnya bahwa masih untung bahwa ketidakcocokan ini ketahuan sekarang daripada nanti kalau sudah nikah, kan lebih runyam lagi urusannya.
• Be happy. Kalau akhirnya putus, ya memang enggak jodoh dan itu bukan karena kitanya kurang baik, kurang bermutu atau kurang ini dan itu. Yang penting jangan gara-gara putus kita manyun saja enggak mengurus diri sendiri. Kita harus tetap meningkatkan harga diri dan tetap percaya diri. Lakukan hal-hal yang dapat menghibur dan menyenangkan diri kita, misalnya nonton film, beli kaset atau CD baru, dan seterusnya yang bisa membuat kita happy.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home